Calon doktor Universitas Padjadjaran Bandung Abdul Rani Usman menukilkan berbagai fakta tentang peradaban Aceh dalam sebuah buku berjudul Sejarah Peradaban Aceh.
Peluncuran dan bedah buku yang dihadiri tokoh masyarakat Aceh antara lain mantan Meneg HAM Hasballah M Sa`ad, Debra Yatim, Agus Sopian serta Bambang Haryono itu berlangsung di Jakarta, Selasa.
Pada buku yang diterbitkan Yayasan Obor Indonesia dengan kata pengantar ditulis Prof Nazaruddin Sjamsuddin itu, penulis mencoba melakukan suatu analisis interaksionis, integrasi dan konflik.
Dalam buku setebal 156 halaman itu, Abdul Rani Usman mendeskripsikan berbagai sejarah masyarakat daerah yang dijuluki "Serambi Makkah", baik dilihat dari suku bangsa maupun struktur lembaga kemasyarakatan.
Kandidat doktor yang jebolan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menuliskan bahwa Aceh merupakan wilayah yang menarik perhatian masyarakat Indonesia maupun dunia internasional seperti Snouck Hurgronje.
Menurut dia, perkembangan dan peradaban suku bangsa Aceh pun menjadi perhatian para ahli sejarah karena suku Aceh mempunyai keunikan tersendiri, terutama banyaknya inegrasi etnik atau campuran etnik yang akhirnya terjadilah suku etnik Aceh.
Dalam buku itu juga diulas tentang sejarah dan perkembangan, asal usul sebutan Aceh, hubungan Aceh dengan bangsa asing, bahsa Aceh, sistem kekerabatan, perkembangan kebudayaan dan adat istiadat masyarakat.
Lebih jauh, penulis yang pernah mengisi surat kabar terbitan Sumatera Utara (Sumut), Medan dan Aceh itu juga mengangkat perubahan sosial dan pernghancuran peradaban Aceh serta bangkitnya peradaban Aceh.
Buah pembicaraan
Prof Nazaruddin Sjamsuddin mengatakan, sejak masa kemerdekaan sampai saat ini, Aceh merupakan suatu daerah yang tidak pernah henti-hentinya menjadi buah pembicaraan di kalangan masyarakat Indonesia.
Jika pada masa kemerdekaan Aceh dikenal sebagai tulang punggung perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia atau pendukung Republik yang teramat loyal, maka kini lebih dipandang sebagai suatu daerah yang bergolak.
Segera setelah perjuangan mempertahankan kemerdekaan berakhir, pada penghujung 1949, sementara banyak daerah lain mengalami proses peredaan ketegangan, rakyat Aceh terus hidup dalam suasana gaduh dan resah.
Aceh yang selama revolusi memainkan peranan besar sebagai salah satu sentra perjuangan mempertahankan kemerdekaan, sehingga dijuluki Presiden Soekarno sebagai "daerah modal", justru diperkecil setelah kemerdekaan Indonesia diakui oleh dunia internasional.
"Ditinjau dari satu segi, pembelaan harkat dan martabat yang berlangsung secara berkelanjutan sepanjanima abad itu tentu saja telah membentuk watak dan kultur rakyat Aceh sebagaimana yang kita kenal selama ini," tulis Nazaruddin.
Namun demikian tidak berarti tidak ada "biaya" yang harus dibayar oleh rakyat Aceh.
Selengkapnya...
Menjadi seorang pemalas tidaklah sulit. Hebatnya lagi, setiap pemalas pasti memiliki keunikan-keunikan tersendiri.
Berikut saya akan paparkan keunikan-keunikan seorang pemalas. Berharap agar pemalas yang kebetulan membaca tulisan ini tidak tersinggung, melainkan mulai mengubah kebiasaan hidupnya…
Pertama, selalu saja memiliki alasan untuk menghindar dari sebuah pekerjaan.
Cobalah tengok kehidupan seorang pemalas yang Anda kenal. Tak perlu kaget kalau orang tersebut selalu saja punya alasan untuk “menyelamatkan diri” dari pekerjaan yang sudah menanti. Seseorang yang masuk kategori “pemalas” akan selalu punya alasan untuk tidak pergi ke mesjid, cuaca yang buruklah, Imam/khotib yang membosankanlah, Jalanan Becek dan licin yang tidak nyaman, kantuk, dingin, dsb.
Kedua, selalu menunda pekerjaan.
Tak perlu heran kalau melihat seorang pemalas selalu menunda pekerjaan yang harusnya segera diselesaikan. Itu memang sudah menjadi ciri khasnya. Menunda pekerjaan dan membiarkannya sampai menumpuk. Lalu setelah kelimpungan, barulah ia bingung sendiri dan bisa-bisa malah tidak mau mengerjakannya sama sekali.
Salah satu alasan bagi pemalas untuk tidak bekerja adalah karena ia berpikir
bahwa hal tersebut adalah perkara kecil dan sepele. Ia selalu berpikir bahwa
hal-hal kecil seperti itu hanya akan membuang-buang waktu saja. Sementara kita tahu bahwa banyak hal besar justru diawali dengan hal-hal kecil lebih dulu.
Tanpa mau mengawali dengan hal kecil, bagaimana mungkin Tuhan akan
mempercayakan perkara-perkara yang lebih besar?
Sangat berharap bahwa keunikan-keunikan tersebut tidak ada pada diri
Anda. Namun sekiranya ada, baiklah kita mengambil keputusan untuk meninggalkan budaya malas ini.
Tinggalkan budaya malas!…..sekarang juga!!!